Sunday, August 28, 2011

Ali Imron 28

HAMKA, Tafsir Al-Azhar, juz III, suroh Ali Imron, ayat 28

Seorang sahabat Nabi yang terkemuka, pernah turut dalam peperangan Badr, bernama Hathib bin Abi Balta’ah, seketika Rosululloh SAW menyusun kekuatan buat menaklukkan Mekkah, dengan secara diam-diam dan rahasia telah mengutus seorang perempuan ke Mekkah, membawa suratnya kepada beberapa orang musyrikin di Mekkah, menyuruh mereka bersiap-siap, sebab Mekkah akan diserang. Maksudnya ialah untuk menjaga dirinya sendiri. Sebab kalau serangan itu gagal, dia sendiri tidak akan ada yang akan memperlindunginya di Mekkah. Dia tidak mempunyai keluarga besar di Mekkah, sebagai sahabat-sahabat Rosululloh SAW yang lain. Dengan mengirim surat itu dia hendak mencari perlindungan. Syukurlah Tuhan memberi isyarat kepada Rosululloh tentang kesalahan Hathib itu, sehingga beliau suruh kejar perempuan itu, sampai digeledah surat itu di dalam sanggulnya. ‘Umar bin Khaththab telah meminta izin kepada Rosululloh untuk membunuh Hathib karena perbuatannya yang dipandang berkhianat itu. Untuk kepentingan diri sendiri dia telah membuat hubungan dengan orang kafir. Perbuatannya itu salah. Sebab dia telah membocorkan rahasia peperangan, syukurlah suratnya itu dapat ditangkap. Kalau bukanlah karena jasanya selama ini, terutama karena dia telah turut dalam peperangan Badr, niscaya akan berlakulah atas dirinya hukuman yang berat.

Hathib bin Abi Balta’ah termasuk sahabat besar, namun demikian sekali-sekali orang besarpun bisa terperosok kepada satu langkah yang merugikan negara dengan tidak disadari, karena lebih mengutamakan memandang kepentingan diri sendiri. Maka dalam surat Al-Mumtahanah ayat 1 itupun diperingatkan supaya orang-orang beriman jangan mengambil orang kafir menjadi wali, karena menumpahkan kasih sayang. Pada hal kalau telah terjadi pertentangan (konfrontasi) dengan musuh, dalam hal ini di antara kaum muslimin di Madinah dan kaum musyrikin di Mekkah, hubungan pribadi-pribadi tidak boleh dikemukakan lagi. Mungkin pribadi-prinadi orang di Madinah dengan pribadi orang di Mekkah tidak ada selisih, tidak bermusuh, malah berkawan, bersahabat karib, tetapi dalam saat yang demikian hubungan pribadi tidak boleh ditonjolkan, sebab akan mengganggu jalannya penentuan kalah menang di antara golongan yang berhadapan.

No comments:

Post a Comment